JAKARTA,-Usulan perpanjangan batas usia pensiun bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diajukan oleh Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) memicu perdebatan hangat di kalangan pejabat negara dan pengamat kebijakan publik.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse Sadikin, menilai wacana tersebut tidak tepat dan berisiko memperparah stagnasi regenerasi dalam birokrasi.
Menurut Zulfikar, sebelum mengusulkan kebijakan sebesar itu, seharusnya dilakukan penelitian menyeluruh untuk mengidentifikasi permasalahan mendasar dalam sistem kepegawaian ASN.
Ia menekankan bahwa isu mendesak saat ini bukan pada usia pensiun, melainkan pada pemerataan distribusi ASN, peningkatan kesejahteraan, serta reformasi sistem penggajian melalui konsep “single salary”.
“Banyak ASN masih menumpuk di instansi atau wilayah tertentu.”
Kalau usia pensiun ditambah, bagaimana dengan generasi muda yang sedang mencari peluang kerja di sektor pemerintahan?” ujar Zulfikar, seraya menegaskan pentingnya memberi ruang bagi generasi penerus di tengah momentum bonus demografi.
Ia juga mengkritik fenomena pejabat struktural yang mendapat berbagai fasilitas namun cenderung menghindari tanggung jawab saat terjadi persoalan.
“Kalau terjadi masalah, justru sering kali melempar tanggung jawab. Ini tidak sehat bagi sistem birokrasi kita,” tegasnya.
Di sisi lain, Ketua Umum Korpri Nasional yang juga Kepala BKN, Zudan Arif Fakrulloh, menyampaikan bahwa usulan kenaikan batas usia pensiun hingga 70 tahun bagi Jabatan Fungsional Utama bertujuan mendorong karier dan optimalisasi keahlian ASN.
Menurut Zudan, peningkatan usia harapan hidup dan perlunya stabilitas jabatan menjadi dasar usulan tersebut.
“Formasi jabatan yang tersedia kerap menjadi hambatan karier ASN. Jika sejak awal ASN diangkat ke jabatan fungsional dengan formasi yang setara, motivasi dan produktivitas mereka akan meningkat,” katanya.
Namun, Menteri PANRB Rini Widyantini menyatakan bahwa wacana perpanjangan usia pensiun belum bisa direalisasikan tanpa kajian menyeluruh.
Ia menyoroti dampak potensial terhadap anggaran negara serta terganggunya sistem karier dan regenerasi birokrasi.
“Menambah usia pensiun ASN tidak hanya berdampak fiskal, tapi juga bisa menghambat masuknya talenta baru ke pemerintahan. Kita perlu ruang untuk generasi muda,” jelas Rini.
Perbandingan Internasional; Usia Pensiun ASN di Negara Lain
Dalam skala global, usia pensiun ASN sangat bervariasi tergantung sistem dan kebutuhan birokrasi di masing-masing negara:
Jerman: Usia pensiun PNS ditetapkan pada 67 tahun. Namun, sistem karier yang ketat membuat pejabat tinggi sering pensiun lebih dini.
Jepang: Pemerintah Jepang saat ini sedang menyesuaikan usia pensiun PNS dari 60 ke 65 tahun secara bertahap hingga 2030, seiring dengan krisis tenaga kerja dan peningkatan usia harapan hidup.
Singapura: Usia pensiun resmi adalah 63 tahun, namun pemerintah mendorong lanjut usia yang sehat untuk bekerja hingga usia 68 tahun melalui sistem re-employment.
Amerika Serikat: Pegawai federal umumnya pensiun di usia 65 tahun, tetapi terdapat skema pensiun dini dan fleksibilitas bekerja paruh waktu setelah pensiun.
Korea Selatan: Usia pensiun ASN rata-rata 60 tahun, dan pemerintah tengah mempertimbangkan revisi sesuai proyeksi demografis.
Wacana perpanjangan usia pensiun ASN di Indonesia mencerminkan ketegangan antara kebutuhan menjaga pengalaman dan stabilitas birokrasi dengan urgensi regenerasi dan efisiensi.
Diperlukan pendekatan holistik berbasis data, serta partisipasi luas lintas sektor untuk memastikan kebijakan yang diambil tidak kontraproduktif terhadap reformasi birokrasi yang sedang dijalankan.
Laporan: Cris
Editor: Redaksi OborJkt


