MAKASSAR,–Salah satu rumah di Jalan Tima, Kelurahan Balaparang, Kecamatan Rappocini, Makassar, Hj Nursanti, mantan calon Bupati Sinjai, dijemput paksa oleh aparat kepolisian.
Hari itu, 4 Maret 2025, tim dari Unit 2 Subdit 4 Ditreskrimum Polda Sulsel yang dipimpin AKP Amilang, dengan dukungan Polsek Rappocini, mengakhiri masa buronnya.
Namun, publik baru mengetahui peristiwa itu beberapa hari kemudian, ketika video penangkapannya tersebar di media sosial.
Dalam rekaman yang viral pada 9 Maret, Hj Nursanti berteriak histeris, menolak dibawa polisi.
“Bukan ka teroris, Pak! Bukan ka pencuri!” suaranya menggema, menjadi puncak dari drama hukum yang menjeratnya.
Penangkapan ini, menurut Kasubid Penmas Polda Sulsel, AKBP Yerlin, adalah tindak lanjut atas status Hj Nursanti sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) dalam kasus dugaan penipuan dan penggelapan.
“Benar, kami sudah amankan Hj Nursanti tanggal 4 kemarin,” ujar Yerlin.
Namun, kepastian hukum atas kasus ini justru dipertanyakan.
Fadillah, anak Hj Nursanti, mengajukan permohonan perlindungan hukum kepada Kapolda Sulsel.
Didampingi kuasa hukumnya, ia menilai ada kejanggalan dalam penetapan ibunya sebagai tersangka.
“Ini murni kerja sama bisnis. Ibu saya memiliki legalitas yang sah berdasarkan Surat Perintah Kerja (SPK) dari PT Enerstell,” kata Amiruddin, kuasa hukum Hj Nursanti, dalam konferensi pers di Hotel Claro, Kamis (7/3).
Menurutnya, perkara ini bermula dari perjanjian kerja sama antara Hj Nursanti, H. Junaedi, dan H. Ambo dalam aktivitas pertambangan.
Namun, hingga kini belum ada keuntungan dari hasil tambang yang dikelola Hj Nursanti.
“Belum ada unsur tindak pidana dalam kasus ini,” tambahnya.
Fadillah pun mempertanyakan alasan penangkapan yang dinilainya tidak adil.
“Ibu sibuk kampanye, jadi beberapa kali pemeriksaan di Polda harus dijadwal ulang. Kami keberatan atas penetapan tersangka ini,” ujarnya.
Sementara itu, kuasa hukum lainnya, Prawidi Wisanggeni, mengungkapkan bahwa kerja sama tambang ini terganggu oleh aksi korporasi mendadak.
“Saat klien kami menambang, tiba-tiba terjadi pengambilalihan (takeover) IUP milik PT Enerstell oleh PT GNI tanpa sepengetahuan Hj Nursanti,” terangnya melalui pesan WhatsApp pada Jumat (8/3).
Kasus ini kini menjadi perhatian publik. Narasi hukum dan bisnis bercampur dengan drama sosial di dunia maya.
Tim kuasa hukum berharap agar penyidikan dilakukan secara transparan dan profesional. Sementara di sisi lain, kepolisian menegaskan bahwa proses hukum akan terus berjalan.
Hj Nursanti kini menjalani penahanan. Namun, pertanyaan soal keadilan dalam kasus ini masih menggantung, menunggu jawaban di meja hijau.
(Laporan Redaksi OborMksr)